Jumat, 8 November 2024
Wajo, Sulawesi Selatan – Seorang oknum Kepala Desa Waetuwo, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo, berinisial AB, diduga melakukan pelanggaran aturan Pemilu dengan memasuki area kampanye dan memberikan dukungan terbuka kepada pasangan calon (paslon) Ar Rahman pada Pemilu 2024. Tindakan ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak karena dianggap melanggar ketentuan netralitas pejabat publik selama masa kampanye.
Menurut informasi yang dihimpun, AB tampak menghadiri acara kampanye paslon Ar Rahman di Kecamatan Tanasitolo, dan diduga kuat berinteraksi serta menunjukkan dukungan verbal kepada tim kampanye calon tersebut. Hal ini dinilai sejumlah pihak sebagai pelanggaran atas kewajiban netralitas kepala desa yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu, di mana pejabat publik dilarang terlibat atau memberikan dukungan kepada salah satu paslon secara terbuka.
Tim Hukum Pammase melalui Maskur, menyatakan akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran ini ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memastikan bahwa aturan pemilu dijalankan dengan tegas. “Kami akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran ini dengan membawa laporan ke Bawaslu, karena kepala desa diwajibkan bersikap netral dan tidak boleh terlibat dalam aktivitas kampanye. Jika terbukti melanggar, sanksi sesuai aturan yang berlaku harus diberikan,” tegas Maskur.
Dalam hal ini, Bawaslu Kecamatan Tanasitolo diharapkan dapat segera melakukan investigasi atas laporan tersebut dan menentukan langkah yang diperlukan. Seorang warga yang tidak bersedia disebutkan namanya juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap pelanggaran ini, “Sebagai pemimpin di tingkat desa, kepala desa seharusnya memberikan contoh netralitas kepada warga. Tindakan seperti ini dapat mempengaruhi pilihan masyarakat desa dan mencederai demokrasi.”
Undang-Undang Pemilu dengan tegas melarang pejabat negara dan aparatur sipil negara, termasuk kepala desa, untuk terlibat dalam kampanye politik atau menunjukkan keberpihakan terhadap salah satu pasangan calon. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat berujung pada sanksi administratif, bahkan pemecatan, tergantung dari tingkat pelanggaran yang terjadi.
Kejadian ini juga menuai kritik dari elemen masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menekankan pentingnya netralitas pejabat publik dalam menjaga proses demokrasi yang sehat dan berintegritas.