Kepala BPK Sulsel Tegaskan Belum Syaratkan Verifikasi Dewan Pers untuk Kerja Sama Pemda

Celebesplusonline.com (Makassar) – Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel, Wahyu Priono mengomentari riak di berbagai daerah di provinsi ini terkait kerja sama media dengan pemerintah daerah (pemda).

Wahyu menegaskan bahwa BPK belum menjadikan verifikasi media oleh Dewan Pers sebagai syarat.

Kepala BPK Perwakilan Provinsi Sulsel. (FOTO: IS) 

Mantan Kepala BPK Perwakilan Nusa Tenggara Barat itu menambahkan, sampai saat ini, termasuk untuk tahun anggaran 2021, syarat media yang boleh digandeng pemda untuk kerja sama publikasi adalah perusahaan media itu harus berbadan hukum.

Pernyataan Wahyu sama dengan isi Peraturan Dewan Pers Nomor 03/PERATURAN-DP/X-2019 Pasal 1 ayat 1 bahwa yang dimaksud perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers.

“Masih boleh bekerja sama, asal perusahaan medianya berbadan hukum,” ucapnya.

Ke depannya, imbuh pria penggemar olahraga sepeda itu, BPK berharap media-media di daerah semakin termotivasi untuk melengkapi administrasinya. Misalnya memenuhi verifikasi Dewan Pers. BPK pun telah menyampaikan itu kepada pemda, meski disebut Wahyu baru secara lisan.

BPK juga diakuinya sudah meminta kepada Dewan Pers untuk membuat surat edaran ke pemda-pemda.

Belakangan terjadi polemik di berbagai daerah di Sulsel. BPK disebut-sebut melarang pemda bekerja sama dengan media yang belum terverifikasi Dewan Pers. Kabar yang dibantah Wahyu dengan penegasan bahwa dalam LHP yang telah diserahkan ke beberapa pemda, tidak ada poin rekomendasi seperti itu.

Dalam sepekan terakhir, empat pemda menerima opini BPK terhadap LHP. Pemkot Makassar mendapat opini WDP. Sedangkan tiga kabupaten; Maros, Luwu, dan Luwu Utara berhasil meraih WTP.

Polemik Berulang

Polemik semacam ini sudah beberapa kali terjadi. Tak hanya di Sulsel. Di beberapa provinsi juga sempat menyeruak kabar larangan BPK.

Akhir tahun 2019 lalu, beredar kabar bahwa pemerintah daerah tidak diperkenankan menjalin kerjasama dengan media, baik cetak maupun online, yang belum terfevifikasi Dewan Pers.

Namun saat itu anggota Dewan Pers, Ahmad Djauhar, menjelaskan bahwa kewenangan Dewan Pers terhadap media adalah melakukan pendataan sesuai amanah dalam pasal 15 ayat 2 UU no 40 th 1999. Terkait syarat kerja sama media dengan pemda, bukanlah merupakan ranah Dewan Pers. Hal tersebut merupakan ranah lembaga negara seperti BPK, BPKP, KPK, dan Inspektorat.

Dewan Pers mengimbau pemerintah daerah untuk bekerja sama dengan media yang benar-benar legal. Terdaftar Kemenkumham, memiliki NPWP, dan membayar pajak. Sementara verifikasi media dilakukan adalah agar media tersebut mendapatkan perlindungan hukum NKRI sesuai dalam UU no 40 tahun 1999.

Sekretaris Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulsel, Hendra Nick Arthur menuturkan, polemik yang terjadi punya sisi positif. Yakni bisa mendorong media di daerah serius memenuhi segala dokumen dan aspek untuk terverifikasi Dewan Pers.

“Ke depan memang harus semakin naik standar kualifikasi media. Agar kualitas produknya juga meningkat,” ucap Hendra.

Pihaknya mengapresiasi BPK yang memberi kesempatan kepada media-media untuk memenuhi verifikasi Dewan Pers, sambil tetap diperkenankan menjalin kerja sama dengan pemda.

“Itu win-win solution yang bagus. Industri media yang sudah susah di tengah pandemi tetap diberi ruang bernapas sambil menyiapkan diri menjadi media terverifikasi Dewan Pers,” imbuhnya.

AMSI juga mendorong pemda untuk sementara menjalin kerja sama dengan asosiasi perusahaan pers yang menjadi konstituen resmi Dewan Pers untuk menilai layak tidaknya sebuah media diajak bersinergi.

“AMSI misalnya, sebagai konstituen Dewan Pers, punya standar tinggi menerima perusahaan media menjadi anggota. Jadi saringannya sebenarnya sudah ada di asosiasi,” imbuh Hendra. (abr)

Editor : Sultan